Selasa, 02 Mei 2017

Persepsi Tua

Suatu hari, pembina persekutuan Kristen di SMA-ku berulang tahun (sebut saja "Mbak M"). Kebetulan hari itu adalah hari Jumat, waktunya persekutuan doa (di kampusku biasa disebut "PD"). Seperti biasa, saat PD, orang yang berulang tahun menyampaikan sepatah-dua patah kata di depan (sharing). Dia bercerita bahwa ketika dia bangun tidur dan menyadari bahwa usianya sudah 20 tahun, dia merasa sedih. Dia sedih karena umurnya sudah berkepala dua. Dia merasa bahwa usia yang berakhiran "belas" terdengar keren, terkesan muda. "Tujuh belas", "delapan belas", "sembilan belas" terdengar keren jika dibandingkan dengan "dua puluh". Intinya, dia merasa bahwa dirinya sudah tua. Mendengar itu, aku mengernyitkan dahi dan berpikir, "Dua puluh itu masih muda kale".

Dulu aku mendasarkan standar usia tua-mudaku pada dunia olahraga. Di sepakbola contohnya, biasanya pemain yang berusia 30an sudah disebut senior atau tua. Maka saat itu aku punya persepsi bahwa umur belasan dan 20an itu muda, sedangkan 30an ke atas itu tua. Mbak M kala itu berusia 20 tahun, maka dia muda. Oleh sebab itu, ketika dia berkata bahwa dia sudah tua, aku merasa heran, seperti "Lapo se wong iki, masih muda kok ditua-tuain".

Persepsi seperti itu kutemukan juga pada orang-orang, masyarakat, atau lingkungan di sekitarku. Contoh gampang, ketika ada seseorang yang sudah berusia 30-an namun belum menikah, khususnya wanita, orang-orang biasanya berpikir bahwa dia sudah terlalu tua, sudah waktunya menikah, ngapain sih kok nggak nikah-nikah, dsb. 

Saat kuliah, aku suka Korea. Aku suka K-Pop, serial, reality show Korea, dsb. Aku menemukan suatu hal pada orang Korea yang membuatku tercengang, mereka sepertinya punya persepsi tua-muda yang berbeda dari kita. Aku melihat ada banyak artis yang sudah berusia 30an, baik pria maupun wanita, namun belum menikah dan sepertinya tidak ada masalah dengan itu. Mereka terlihat hepi-hepi aja, bahkan terlihat berjiwa muda. Kalau kita lihat dalam sinetron-sinetron di sini, kebanyakan yang membintangi adalah artis-artis muda, yang berusia 20an atau bahkan belasan, tapi di Korea, aku melihat seringkali ada artis wanita berusia 30an yang menjadi tokoh utama suatu drama dan drama tersebut meledak, banyak orang suka, ratingnya tinggi.

Melihat Korea membuat persepsi tua-mudaku berubah. Aku saat ini cenderung melihat orang yang berusia 30 sampai 45 tahun sebagai orang yang masih muda. Maka kalau ada orang berusia 40an yang kupanggil "Mas" atau "Ce", bagiku bukan suatu masalah. 

Tidak dapat dipungkiri, dalam beberapa hal, tua-muda memang merupakan suatu persepsi, bukan suatu hal yang mutlak.
Waktu kelas 6 SD, ada perasaan senior atau tua dalam diriku, karena memang saat itu angkatanku adalah yang paling tua di sekolah. Aku yang saat itu tua masuk SMP, jadi yang termuda di sekolah, jadi muda lagi. Kelas 3 SMP, aku jadi yang tertua di sekolah. Lalu aku masuk SMA, jadi muda lagi. Kelas 3 SMA jadi tua lagi. Masuk kuliah jadi muda lagi. 5,5 tahun kemudian merasa tua banget, karena nggak lulus-lulus. Masuk kerja jadi muda lagi, dan nanti seterusnya. 
Look, tua-muda adalah persepsi.

Kalau ada seorang atlet berusia 19 tahun, dia disebut muda, kalau berusia 35 tahun, dibilang tua. Namun kalau ada presiden berusia 40an, seperti Obama, dia dibilang "presiden muda" (seingatku, Jokowi juga begitu).
Look, tua-muda adalah persepsi.

Seringkali aku melihat teman-temanku menua-nuakan dirinya sendiri maupun orang lain. Umur baru 26 sudah merasa dirinya tua, menyebut teman lain yang berusia 32 "sudah tua", "orang tua", dsb. Ketika mendengar itu, aku selalu merasa prihatin. Ketika orang berkata, "Aku sudah tua", perasaan yang timbul biasanya adalah perasaan sedih, seperti meratapi nasib, seperti Mbak M. Kalau kamu masih berumur 20an, ya ngapain gitu lho kamu sedih, meratapi nasib karena merasa dirimu tua? Namun kembali lagi, tua-muda adalah persepsi, hanya saja aku berpikir bahwa mereka terlalu cepat merasa tua.

Aku lebih percaya pada pengelompokan usia seperti dalam tabel ini :



Menua-nuakan diri dapat melelahkan pikiran kita sendiri dan menua-nuakan orang lain dapat menyakiti hati orang tersebut.