Senin, 05 Oktober 2015

Pergi ke Gunung Kawi (1 - Pendahuluan)

Sudah lama aku ingin pergi ke Gunung Kawi. Tempat ini begitu terkenal sebagai tempat untuk mencari kekayaan. Hal itulah yang menyebabkan aku penasaran dan ingin sekali pergi ke sana (sejak kecil aku tertarik pada hal-hal mistis). 

Aku pertama kali pergi ke sana pada malam hari tanggal 1 Januari 2015 bersama Bapak, sepupu beserta istrinya, dan seorang tetangga. Saat itu, suasana ramai, banyak sekali orang yang berkunjung. Aku melihat ada banyak orang yang berdoa di depan dan di dalam area makam. Aku sendiri hanya berdiri di depan dan berusaha melihat apa yang ada di dalam. Sekilas terlihat suasana Jawa yang begitu kental di dalam, dengan para petugas yang memakai pakaian adat Jawa berjaga di samping pintu. Sebenarnya aku ingin masuk, tapi malu pada Bapak dan saudara-saudaraku yang tidak mau masuk (kalau dipikir-pikir, ngapain juga aku malu..).

Setelah selesai melihat-lihat, kami berjalan keluar area makam. Kami menemukan tempat Ciam Si. Di tempat ini banyak orang yang mencoba meramal nasibnya, termasuk beberapa orang dari kami. Setelah itu, kami keluar, membeli dideh goreng, lalu pulang. Di sepanjang jalan keluar ada banyak penjual bunga, penginapan, toko-toko suvenir, depot dan rumah makan, dan peramal nasib. Suasana sangat hidup, ramai seperti pasar.
Aku adalah seorang Kristen sehingga tentu aku tidak setuju dengan praktek-praktek ritual di tempat itu. Namun tetap saja, aku terkesima melihat semua itu. Aku berniat kembali pada suatu hari nanti.

Aku suka jalan-jalan, namun tidak dapat mengendarai kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, aku bergantung pada kendaraan umum. Aku mencari info di internet tentang apakah kita bisa pergi ke Gunung Kawi dengan kendaraan umum. Info yang kuperoleh mengatakan bahwa untuk pergi ke sana, kita bisa naik bis menuju Kepanjen dari Terminal Arjosari lalu naik angkot menuju Gunung Kawi. Itu terlihat sangat mudah. Ketika berada di sana sebelumnya, aku memang melihat sejumlah angkot berwarna biru muda diparkir di suatu tempat. OK, kalau begitu aku bisa pergi ke sana sendiri.

Suatu kali aku sempat berniat berangkat, namun tidak jadi. Setelah itu, keinginan pergi ke sana berangsur memudar. Kadang timbul, kadang tenggelam. Minggu lalu, karena kata-kata seorang teman, keinginan itu meledak dalam hatiku, “Aku mau ke sana Sabtu besok!” Meski selalu ada ragu di hatiku, akhirnya aku pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar